Dalam sejarah psikologi, nama Wilhelm Wundt tidak mungkin diabaikan. Dia mengukir namanya sebagai pendiri Laboratorium Psikologi pertama di Leipzig, Jerman, pada tahun 1879. Sejak saat itu, psikologi dengan berbagai bidangnya berkembang dimana-mana. Salah satu bidang psikologi yang sudah berkembang lama, khususnya di Amerika ialah Psikologi Olahraga.
Menurut Silva III dan Weinberg , salah satu studi
pendahuluan dalam psikologi olahraga telah dilakukan oleh George W. Fitz,
yang menyelidiki waktu reaksi ( reaction time ) yang tercantum dalam “Psychological
Review” tahun 1895. Fitz adalah Kepala Departemen Anatomi,
Fisiologi, dan Latihan Fisik pada Harvard’s Lawrence Scientific School sejak
1891 sampai 1899, dan sebagai penanggungjawab berdirinya laboratorium
pendidikan jasmani yang pertama di Amerika Utara; telah menciptakan alat-alat
untuk mengukur kecepatan dan ketepatan seseorang menyentuh obyek yang dihadapi
tiba-tiba dan dalam posisi yang tidak terduga. William G. Anderson,
tokoh pendidikan jasmani terkemuka dan tokoh pendiri “American Association
for Health, Physical Education, Recreation and Dance” selama tahun akademi
1897-1898 menyelenggarakan eksperimen mengenai “mental practice”, “transfer
of training”, dan “transfer of muscular strength”.
Silva III dan Weinberg juga
mengemukakan hasil studi Robert A. Cummins, seorang instruktur psikologi
pada Universitas Washington yang meneliti efek latihan basketball terhadap
reaksi motorik, perhatian dan kesanggupan mengingat. Norman Triplett,
ahli psikologi dari Universitas Indiana menyelenggarakan studi untuk
membuktikan hubungan antara pengaruh penonton terhadap penampilan motorik. Scripture,
direktur laboratorium psikologi Universitas Yale, berpendapat watak yang baik
dan sifat-sifat pribadi dapat dipelihara dengan berperan serta dalam olahraga
dan sifat-sifat tersebut dapat ditransfer dalam keadaan yang berbeda dalam
kehidupan seseorang.
Nama Coleman Griffith muncul sebagai ilmuwan yang banyak
menulis artikel dan buku mengenai Psikologi Olahraga sekitar tahun 20-an dan
30-an. Menurut Kroll dan Lewis, dalam tulisannya yang dihimpun
oleh Straub, Coleman Robert Griffith pada tahun 1918 telah mulai
mengadakan penelitian di Universitas Illinois dengan menyelenggarakan
serangkaian observasi informal mengenai faktor-faktor psikologis yang terlibat
dalam olahraga bola basket dan sepak bola. Pada tahun 1925 Griffith
sudah mengadakan persiapan untuk mendirikan laboratorium psikologi olahraga.
Kemudian secara resmi Griffith menjadi Direktur dari “the Athletic
Research Laboratory” di Universitas Illinois. Griffith juga disebut-sebut
sebagai “Bapak Psikologi Olahraga”, khususnya di Amerika.
Silva III dan Weinberg mengemukakan
bahwa banyak orang berpendapat bahwa laboratorium psikologi olahraga di Amerika
Utara, di Universitas Illinois, adalah laboratorium psikologi olahraga yang
pertama di Amerika Utara. Laboratorium psikologi olahraga pertama di dunia
didirikan oleh Carl Diem di “Deutsche Hochschule Fur Leibesubungen”
di Berlin pada tahun 1920. Di Rusia A.Z. Puni mendirikan Laboratorium
Psikologi Olahraga di “Institute of Physical Culture” di Leningrad pada
awal tahun 1925.
Sebagaimana dikemukakan oleh Kroll dan Lewis, yang
dikutip oleh Straub, Griffith lebih banyak mencurahkan perhatian
untuk meneliti keterampilan psikomotor, proses belajar, dan variabel-variabel
kepribadian. Sehubungan dengan itu Griffith mengembangkan sejumlah alat
test dan sejumlah alat-alat tertentu, meliputi:
- alat pengukur waktu reksi otot
yang diberi beban
- test kecerdikan dalam baseball
- test ketegangan otot dan
relaksasi
- test untuk membedakan 4 type
serial reaction times
- test untuk mengukur ketenangan,
koordinasi otot-otot, dan kemampuan belajar
- test waktu reaksi terhadap sinar,
suara, dan tekanan
- test untuk mengukur fleksibilitas
koordinasi
- test untuk mengukur kepekaan otot
- test kesiapan mental yang
dikembangkan khusus bagi atlit
Pada tahun 1932 Griffith meletakkan jabatan sebagai Direktur
“Athletic Research Laboratory” karena suatu pembatalan bantuan
finansial. Kemudian sebagai anggota Team Ahli Psikologi Olahraga dari
perkumpulan baseball Chicago Club, Griffith menyelenggarakan
bermacam-macam test untuk meneliti kepemimpinan, latihan, kepribadian, motor
learning, kemampuan ( ability ), pada bermacam-macam faktor psikologi
sosial. Akhirnya Griffith menjadi professor dalam psikologi pendidikan,
menjelang masa pensiunnya.
Sumbangan lain dalam pertumbuhan psikologi olahraga telah diberikan
oleh John D. Lawther, profesor pendidikan jasmani di Pennsylvania State
University, dan profesor pendidikan, Clarence Ragsdale di Universitas
Wisconsin, yang mendirikan laboratorium motor learning pada tahun 1930. McCloy,
dkk di Stanford Psychological Laboratory telah menyelenggarakan proyek
penelitian dengan judul “Character Building Throught Physical Education”
pada tahun 1930. Penelitian Miles di Stanford di fokuskan untuk mengukur
waktu reaksi penjaga garis sepak bola. Ternyata bahwa seseorang yang cepat
dalam suatu hal, seperti menggerakkan tangan atau jari, tidak berarti bahwa ia
juga cepat dalam penampilan motorik yang lain.
Menurut Silva III dan Weinberg pada tahun 1935 Henry
telah mengambil prakarsa mengadakan kursus di Berkeley dengan judul “Psychological
Basis of Physical Activity”. Sesudah
perang dunia ke II, Warren R. Johnson pada tahun 1949 mengawali
penelitian mengenai bermacam-macam elemen stress dan dampaknya terhadap
penampilan atlet. Tujuan dari salah satu penelitian tersebut adalah
membandingkan reaksi emosional sebelum bertanding pada pemain sepak bola dan
pegulat. Johnson berkesimpulan bahwa emosi kuat sebagai gejala wajar
rasa takut dan resah (cemas) sebelum bertanding tidak tampak sebagai faktor
utama yang istimewa pada sepak bola, tetapi ada indikasi yang kuat bahwa ini
merupakan sesuatu yang penting dan serius dalam gulat.
Dikemukakan pula oleh Silva III dan Weinberg beberapa
penelitian setelah perang dunia II yang dilakukan oleh beberapa ahli dari
berbagai perguruan tinggi, yaitu antara lain:
Tahun 1952 John
M. Harmon dari Universitas Boston, dan Johnson dari Universitas
Maryland, menemukan reaksi-reaksi emosional dari atlet-atlet College;
Tahun 1954 Johnson
bersama Daniel H. Hutton (University of Maryland) dan Granvile B.
Johnson (Emory University) meneliti sifat-sifat kepribadian dari kelompok
selektif atlet-atlet yang tergolong superior;
Tahun 1955 Burris
F. Husman (Maryland) menyusun disertasi mengenai agresivitas petinju dan
pegulat.
Tahun 1955 Johnson
bersama Daniel H. Hutton meneliti dampak olahraga perkelahian terhadap
dinamika perkembangan kepribadian.
Pada sekitar tahun 1955 Franklin
M. Henry dan Celeste Ulrich mulai menganalisis pengaruh stress
terhadap penampilan atlet; kemudian penelitian ini dilanjutkan para ahli
psikologi olahraga yang lain. Howell meneliti pengaruh ketegangan
emosional terhadap kecepatan reaksi dan gerakan; kemudian Howell meninggalkan
University of British Columbia pindah ke Universitas Alberta (Canada). Howell
dapat digolongkan sebagai pionir psikologi olahraga dan motor learning
Canada.
Menurut Bryant J. Cratty the first International Congress
on Sports Psychology diselenggarakan di Roma pada tahun 1965, dan
diprakarsai oleh seorang psikiater yaitu Profesor Ferrucio Antonelli.
Dalam kongres tersebut disepakati pula untuk membentuk “International
Society of Sports Psichology” disingkat ( ISSP ), yang didorong oleh
kesadaran bahwa olahraga membutuhkan pendekatan psikologis.
Sejak tahun 1965 perkembangan psikologi olahraga bertambah lebih
pesat, sesuai juga dengan tulisan Antonelli “sport needs psychology”.
Robert Morford ( Berkeley ) sekitar
tahun 1966 telah mengajar psikologi olahraga/motor learning di
Universitas Alberta ( Canada ), kemudian dilanjutkan oleh Richard B.
Alderman dan Bob Wilberg. Bryant J. Cratty ( Universitas
California di Los Angeles ) juga menulis buku “Movement Behavior and Motor
Learning” ( 1964 ). Tokoh-tokoh lain disamping Cratty, yang juga
menulis tentang motor learning
yaitu antara lain: Robert N. Singer ( Florida State University ), dan Joseph
B. Oxendine ( Temple University ).
Suatu kumpulan tulisan “Beiser’s book di-edit oleh R.
Solvenko dan J.A. Knight diterbitkan pada tahun 1967, dengan judul “Motivations
in Play, Games, and Sport” kemudian menyusul buku-buku yang lain.
Di Amerika perkembangan psikologi olahraga juga ditunjang dengan
berdirinya organisasi yang bergerak dibidang psikologi olahraga, yaitu North
American Society for the Psychologi of Sport and physical Activity ( NASPSPA
), pada tahun 1966, dengan tokoh-tokohnya antara lain Arthur T.
Slater-Hammel dari Indiana University ( president ), Bryant J.
Cratty dari University of California at Los Angeles ( vice-president for
national affairs ), dan Warren R. Johnson dari University of
Maryland ( vice-president for international affairs ), demikian menurut Wiggins.
Sesudah diselenggarakannya the Second International Conference of
Sport Psychology di Washington, DC, pada tahun 1968, beberapa sarjana dari
Canada yang menyelesaikan studi di Amerika mendirikan the Canadian Society
for Psychomotor Learning and Sport Psychologi ( CSPLSP ), berpusat
di Universitas Alberta pada tahun 1969, dengan tokoh-tokohnya antara lain Bob
Wilberg, Alderman, dan sebagainya.
Menurut Alderman sejak dari permulaan psikologi olahraga di
Amerika Utara tumbuh atau berkembang atas dasar latar belakang pendidikan
jasmani, termasuk orientasi dan falsafahnya. Model-model medis dan therapeutis
lebih banyak dikembangkan di Eropa dan di negara-negara belakang tirai besi.
Alderman juga mengemukakan bahwa karena
perbedaan minat, “objective” ( sasaran ) dan teknik-teknik penelitian,
maka sejak awal 1970 terjadi pemisahan lingkup studi atas “bidang motorik” yang
lebih banyak melakukan penelitian terapan ( applied research ), dan
profesional psikologi olahraga yang banyak berkecimpung dalam mentest teori
dasar ( basic theory ). Pada International Congress of Sport
Psychology di Ottawa tahun 1981, lebih dari 30 makalah dibahas, dan pada
pertemuan NASPSPA lebih banyak bersifat mentest teori dan
pengembangannya.
Para ahli tertarik untuk meneliti independent variable yang
mempengaruhi penampilan atlet, dan juga dependent variable atau
gejala-gejala yang timbul dalam penampilan seorang atlet setelah menerima
pengaruh dari variabel tertentu.
Menurut Saparinah dan Sumarmo Markam dalam suatu
penerbitan “Manifesto on Sports Psychology” oleh “European Federation
of Sports Psychology” ( FEPSAC ) tahun 1969 dikemukakan bahwa
psikologi olahraga berkembang sejak sekitar tahun 1960 dengan pesat. Pada tahun
1965 telah dibentuk “International Society of Sports Psychology” ( ISSP
) yang diketuai DR. Guido Schilling seorang Psikolog Klinis. Kegiatan
dari FEPSAC dan ISSP tersebut bertujuan pengembangan dan
menerapkan dasar-dasar ilmiah dari disiplin psikologi untuk keperluan aktivitas
fisik.
Dikemukakan juga oleh Saparinah dan Sumarmo bahwa di
samping Amerika, maka beberapa negara seperti Rusia, Jerman, Austria, Czekh,
Slovakia dan Norwegia telah secara konkrit memanfaatkan psikologi olahraga
untuk atlet-atlet nasionalnya. Di Norwegia telah dibuka studi mengenai “Sports
psychology” pada taraf akademi.
Psikologi olahraga merupakan bidang studi baru dalam perkembangan
ilmu psikologi, sejalan dengan perkembangan psikologi terapan atau “applied
psychology” dalam pelbagai bidang kehidupan. Robert Singer dari
Florida State University juga menegaskan bahwa psikologi olahraga adalah
psikologi terapan, ilmu psikologi yang diterapkan terhadap atlet dan
situasi-situasi olahraga.
Obyek studi Psikologi pada umumnya adalah gejala kejiwaan yang
diselidiki dari tingkahlaku dan pengalaman individu. Psikologi Olahraga tumbuh
dan berkembang menjadi cabang dari Ilmu Psikologi, karena adanya gejala-gejala
khusus yang belum mendapat penelitian dan studi tersendiri dalam Psikologi,
maka gejala-gejala khusus yang terjadi dalam olahraga tersebut dijadikan obyek
penyelidikan Psikologi Olahraga.
Yang dimaksud dengan pengertian olahraga adalah bentuk-bentuk
kegiatan jasmani yang terdapat di dalam permainan, perlombaan dan kegiatan
jasmani yang intensif dalam rangka memperoleh rekreasi, kemenangan dan prestasi
optimal.
Sedangkan tujuan utama dari olahraga bukanlah pembangunan fisik saja
melainkan juga pembangunan mental dan spiritual membentuk manusia Indonesia
Pancasilais yang fisik kuat-sehat berprestasi tinggi, yang memiliki kemampuan
mental dan ketrampilan kerja, yang kritis kreatip dan sejahtera.
Jadi olahraga adalah suatu usaha untuk mendorong, membangkitkan,
mengembangkan dan membina kekuatan jasmaniah maupun rohaniah pada tiap manusia.
Lebih tegas lagi dikatakan bahwa olahraga untuk mempertahankan
eksistensi kemanusiaan dan untuk melakukan cita-cita hidup bangsa.
Olahraga sebagai kegiatan yang memunculkan tingkah laku, perlu
dipelajari latar belakang dan pengaruh-pengaruhnya yakni psikologinya. Pendapat
Kuhnstamm menyebutkan adanya psikologi yang mempelajari manusia dalam
keadaan-keadaan tertentu; misalnya manusia dalam keadaan panik dipelajari oleh
Psikologi masa, manusia dalam proses produksi dalam perusahaan/pabrik
dipelajari oleh Psikologi Industri, dan sebagainya. Sejalan dengan pemikiran
tersebut, maka manusia dalam berolahraga dipelajari oleh Psikologi Olahraga.
Muzafer Sherif, Direktur Lembaga Riset
Nasional Amerika Serikat dalam bidang Socio-dynamincs, mengatakan bahwa manusia
dalam interaksinya dengan manusia lain selalu berhubungan dan dipengaruhi oleh
situasi sosial yang merangsangnya (Social stimulus situations) dan hal
ini tidak bisa diabaikan dalam kehidupan manusia.
Sudah jelas dalam olahraga interaksi antara atlet dengan pelatihnya,
interaksi antara anggota tim yang satu dengan anggota tim lain dan interaksi
antara pelaku aktifitas olahraga yang satu dengan pelaku aktifitas olahraga
yang lain, akan memberikan efek-efek psikologik tertentu pada atlet dan pelaku
aktifitas olahraga yang bersangkutan. Disamping itu situasi yang dibentuk oleh
penonton, media-media massa, lingkungan masyarakat sekitar, serta situasi
sosial-politik dari tempat diselenggarakannya pertandingan, juga pasti ikut
menentukan pula reaksi-reaksi emosional dan situasi psikologik para pemain atau
atlet yang bersangkutan. Semua hal tersebut tidak boleh diabaikan dalam
mempelajari gejala-gejala psikologis dalam olahraga.
Dengan memperhatikan hal-hal terdahulu, serta membandingkan pendapat
tokoh-tokoh psikologi di muka, maka penulis cenderung lebih sependapat dengan Sudibyo
Setyobroto sebagai Guru Besar bidang Psikologi Olahraga pertama di
Indonesia yang mengajukan pengertian Psikologi Olahraga sebagai berikut:
Psikologi Olahraga adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku dan pengalaman
manusia ber-olahraga dalam interaksinya dengan manusia lain dalam
situasi-situasi sosial yang merangsangnya. Sedangkan Singgih D.Gunarsa
merumuskan Psikologi Olahraga sebagai berikut: Psikologi yang diterapkan dalam
bidang olahraga, meliputi baik langsung terhadap atlet sebagai pribadi atau
dalam tim maupun faktor-faktor diluar atlet yang berpengaruh terhadap
kepribadian dan penampilan atlet.
Dengan batasan pengertian ini jelaslah pula perlunya pendekatan
manusia sebagai individu sekaligus sebagai makhluk sosial, dalam mempelajari
gejala-gejala psikologis manusia berolahraga.
Sebagai pengetahuan yang diterapkan dalam kegiatan olahraga,
psikologi olahraga meliputi beberapa bidang:
1.
Psikologi perkembangan
2.
Psikologi Belajar
3.
Psikologi kepribadian
4.
Psikologi Sosial
5.
Psikometri.
Dari kelima bidang psikologi olahraga tersebut, dalam tulisan ini
akan dijelaskan sedikit mengenai psikologi perkembangan yaitu mengenai prinsip
perkembangan.
Perkembangan tidak terbatas dalam arti tumbuh menjadi besar tetapi
mencakup rangkaian perubahan yang bersifat progresif, teratur, koheren dan
berkesinambungan. Jadi antara satu tahap perkembangan dengan tahap perkembangan
berikutnya tidak terlepas, berdiri sendiri-sendiri.
Perkembangan dimulai dari respons-respons yang sifatnya umum menuju
ke yang khusus. Contohnya, seorang bayi mula-mula akan bereaksi tersenyum bila
melihat setiap wajah manusia. Dengan bertambahnya usia bayi, ia mulai bisa
membedakan wajah-wajah tertentu.
Manusia merupakan totalitas (kesatuan), sehingga akan ditemui kaitan
erat antara perkembangan aspek fisik motorik, mental, emosi dan sosial. Perhatian
yang berlebihan atas satu segi akan mempengaruhi segi lain.
Setiap orang akan mengalami tahapan perkembangan yang berlangsung
secara berantai. Meskipun tidak ada garis pemisah yang jelas antara satu fase
dengan fase lainnya, tahapan perkembangan ini sifatnya universal. Dalam
perkembangan bicara misalnya, sebelum seorang anak fasih berkata-kata terlebih
dahulu ia akan mengoceh.
Setiap fase perkembangan memiliki ciri dan sifat yang khas sehingga
ada tingkah laku yang dianggap sebagai tingkah laku buruk atau kurang sesuai
yang sebenarnya merupakan tingkah laku yang masih wajar untuk fase tertentu
itu.
Karena pola perkembangan mengikuti pola yang pasti, maka
perkembangan seseorang dapat diperkirakan. Seorang anak yang dilahirkan dengan
faktor bawaan yang kurang dari anak lain, dalam perkembangan selanjutnya akan
merupakan suatu kecenderungan perkembangan yang relatif lebih lambat dari anak
lain seusianya.
Perkembangan terjadi karena faktor kematangan dan belajar dan
perkembangan dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam (bawaan) dan faktor luar
(lingkungan, pengalaman, pengasuhan). Jadi sekalipun semua orang mengikuti pola
perkembangan yang kurang lebih sama, kecepatan perkembangan pada suatu aspek
pada tiap orang berbeda-beda misalnya anak-anak dengan umur yang sama tidak
selalu mencapai titik atau tingkat perkembangan fisik, mental, sosial, emosi
yang sama. Variasi dalam perkembangan ini banyak hubungannya dengan faktor
kematangan, belajar atau pengalaman, bawaan dan faktor lingkungan.
Setiap individu itu berbeda, dengan lain perkataan setiap orang itu
khas, tidak akan ada dua orang yang tepat sama meskipun berasal dari orang tua
yang sama.
Adapun manfaat mempelajari Psikologi Olahraga sudah barang tentu
tidak sama bagi atlet, pelatih, pembina olahraga maupun bagi penonton atau
peminat-peminat olahraga pada umumnya.
Dalam tulisan ini penulis akan mengajukan beberapa manfaat atau
kegunaan mempelajari Psikologi Olahraga bagi para pelatih atau pembina
olahraga, atau pun calon-calon pelatih olahraga dan khususnya para mahasiswa
Fakultas Ilmu Keolahragaan di seluruh Indonesia.
1.
Untuk dapat mempelajari
gejala-gejala psikologik yang terjadi pada manusia berolahraga; misalnya
terjadinya audience anxiety, yaitu rasa cemas dan bimbang menghadapi
penonton; boredom atau perasaan jemu atau bosan untuk melakukan latihan.
2.
Untuk dapat mempelajari
faktor-faktor psikologik yang dapat menyebabkan peningkatan atau merosotnya
prestasi atlet.
3.
Untuk dapat mempelajari
hasil-hasil penelitian psikologi yang mungkin dapat diterapkan dalam bidang
olahraga. Kemajuan olahraga yang pesat dewasa ini bukan hanya sekedar hasil
dari ketekunan latihan saja, tetapi juga didasarkan atas hasil-hasil
penelitian. Dalam hubungan ini penelitian dibidang psikologi akan ikut juga
memberikan sumbangan.
4.
Untuk mempelajari
kemungkinan-kemungkinan penerapan teori-teori psikologi dalam usaha pembinaan
atlet dan pembinaan tim; misalnya mengenai usaha mengatasi ketegangan psikis
atlet, beberapa tehnik memotivasi atlet, penerapan teori dinamika
sosial/kelompok dalam pembinaan tim.
Kiranya beberapa kegunaan mempelajari Psikologi Olahraga yang
diajukan ini masih dapat ditambah dan diperinci lebih lanjut, dan mengingat
besarnya manfaat mempelajari psikologi olahraga yang dapat dipetik tersebut,
maka menjadi tugas para ahli psikologi untuk mengamalkan pengetahuan, sehingga
dapat diterapkan dalam upaya meningkatkan aktivitas olahraga dan kepelatihan
olahraga di Indonesia. Pengembangan psikologi olahraga memerlukan bantuan dari:
psikologi kepribadian, psiko-fisiologi, psiko-diagnostik, psikologi pendidikan,
psikologi sosial, dan sebagainya.
Referensi
Setyobroto Sudibyo. Pengantar Psikologi Olahraga. Diktat.
Jakarta: Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan IKIP Jakarta, 1985.
Pola Dasar Pembangunan Olahraga.
Jakarta: Kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, 1984.
Kosasih Engkos. Pengetahuan Olahraga Untuk Sekolah Lanjutan
Pertama, Sekolah Lanjutan Atas & Masyarakat Pencinta Olahraga. Jakarta:
Karang Laut, 1971.
Gunarsa Singgih D. dkk. Psikologi Olahraga. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1989.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar